BERITA PERMAINAN ROLE PLAYING – STEELSQWIRE
Steelsqwire.com Situs Kumpulan Berita Permainan Role Playing Saat Ini
Sejarah Permainan Role Playing
Sejarah panjang roleplay
sebelum diadopsi untuk latihan calon pemeran adalah acara simulasi yang
dilakukan oleh para raja dan panglima perang sebelum melakukan perang yang sebenarnya.
Setelah raja dan panglima perang mengatur strategi perang yang dilakukan dimeja
strategi (berisi peta dan keadaan alam dalam bentuk miniatur) kemudian
melakukan simulasi perang sesuai dengan rencana strategi. Pelaku simulasi ini
mewakili kekuatan yang dibayangkan dalam rencana strategi perang. Meja strategi
sekarang diwujudkan dalam bentuk kerangka cerita atau teks lakon bagi calon
pemeran. Raja dan panglima perang pengatur strategi, sekarang berwujud menjadi
penulis lakon dan sutradara sebagai pelatih calon pemeran.Simulasi perang dilakukan
selama ribuan tahun oleh bangsa China dari suku Han, bangsa Romawi dan bangsa
Eropa abad pertengahan. Pada waktu itu bangsa Romawi dan Eropa sering
menyelenggarakan acara, dimana semua orang akan berpura-pura menjadi orang
lain. Konsep ini kemudian diadopsi oleh Dr. Jacob Levy Moreno pada bidang
psikologi. Pada tahun 1920-an, Dr. Moreno menciptakan “eksperimental teater”
untuk membantu setiap orang memahami aspek yang berbeda dari kepribadian mereka
sendiri dan orang lain. Tahun 1932 konsep
roleplay diperkenalkan kepada
masyarakat luas, dengan anggapan bahwa orang akan bisa lebih banyak belajar
tentang dirinya dan orang lain dalam menyelesaikan masalah sosial daripada
hanya membicarakannya saja. Konsep dasar dari
roleplay adalah suatu cara yang
memungkinkan mengasah spontanitas kreatif dan mengekspresikan dari kemampuan
emosional tanpa menimbulkan kehebohan. Dr. Moreno mengundang peserta pelatihan
dan menyarankan untuk bertindak keluar dari kebiasaan keseharian. Peserta
pelatihan tersebut pada gilirannya akan memainkan peran yang berbeda dari
kebiasaan kehidupan keseharian. Konsep itu kemudian menjadi populer dengan
sebutan “roleplay ”.
Pada akhir tahun 1960
role-playings dipandang sebagai
bentuk relaksasi yang menyenangkan dari psikoterapi masyarakat. Gary Gaygax
dari Universitas Minesota dianggap sebagai bapak roleplay modern. Dia mengembangkan
seperangkat aturan tentang roleplay
dan memasyarakatkan. Aturan itu kemudian
pada tahun 1971 diterbit dan dipublikasikan kepada masyarakat dengan nama chainmail
(surat berantai). Dari konsep dasar
roleplay yang sederhana kemudian
berkembang menjadi permainan modern dan berkembang luas di masyarakat. Konsep
ini kemudian diadopsi oleh teater sebagai media pelatihan calon pemeran. Konsep
ini juga diadopsi oleh dunia pendidikan sebagai salah satu metode pembelajaran
memecahkan masalah yang diihadapi oleh peserta didik.
Permainan anak-anak pada waktu
kecil juga dianggap sebagai embrio dari
roleplay . Anak-anak sering
bermain ‘pasar-pasaran’, bermain ‘polisi-polisian’,
bermain ‘bapak ibu’, bermain ‘dokter-dokteran’, ‘guru-guruan’dan lain-lain.
Permainan pasar-pasaranmenuntut
anak-anak seperti di suasana pasar, dimana ada penjual, pembeli dan peran-peran
lain. Permainan polisi-polisian,
menuntut anak-anak seperti seorang polisi dan penjahat yang dikejar. Semua
permainan itu kalau dicermati, akan teridentifikasikan adanya peran yang
dimainkan, status dari peran yang dimainkan dan konteks atau suasana dalam
permainan. Ketika sedang bermain, anak-anak tidak menjadi dirinya sendiri,
melainkan keluar dari dirinya untuk menjadi peran yang sedang dimainkan. Mereka
berusaha untuk menyakinkan diri bahwa mereka adalah polisi atau penjahat ketika
bermain ‘polisi-polisian’atau menganggap sebagai dokter dan pasien ketika
bermain ‘dokter-dokteran’. Semua kegiatan bermain itu untuk mendapatkan rasa
senang.
Konsep roleplay kemudian digunakan oleh Commedia dell’Arte pada abad 16 sebagai
konsep pertunjukan. Pemeran dalam Commedia dell’Arte tidak mengetahui berperan
sebagai apa ketika hendak pentas, tetapi peran dan cerita yang hendak dimainkan
ditentukan beberapa saat sebelum pementasan. Pada tahun 1950-an, Viola Spolin
dan Keith Johnstone mengembangkan
roleplay sebagai konsep pelatihan
aktornya. Mereka dan rombongan (Second City) membuka kelas pelatihan aktor
dengan menggunakan metode “teater game”. Metode ini berisi permainan dimana calon pemeran terlibat dalam
permainan yang sedang dimainkan. Spolin
berkeyakinan bahwa pelatihan pemeran harus menyenangkan sekaligus mulai
memasuki peran lain.
Pengertian Role Playing
lainnya adalah.
Pendapat lain Perdana (2010)
menyatakan bahwa metode bermain peran merupakan suatu metode pembelajaran, di
mana subjek diminta untuk berpura – pura menjadi seseorang dengan profesi
tertentu yang digeluti orang tersebut. Selain itu, subjek juga diminta untuk
berpikir seperti orang tersebut agar dia dapat mempelajari tentang bagaimana
menjadi seseorang dengan profesi tersebut.
Tangdilintin (2008) menyatakan
bahwa metode role playong dapat juga disebut sebagai sosiodrama. Dia menyatakan
bahwa metode ini dapat menunjukkan dampak dari tekanan yang kita berikan ke
orang lain, mampu menunjukkan suatu kondisi kehidupan yang nyata, dan
menghentika sementara suatu drama secara tepat untuk mencari tahu dan
merefleksikan perasaan yang ditunjukkan oleh peran tersebut. Fatmawati (2015)
menyatakan role playing atau bermain peran merupakan suatu model pembelajaran
yang meminta siswa untuk melaksanakan suatu peran sesuai dengan skenario yang
telah disusun. Tujuannya untuk mencapau kompetensi yang dibutuhkan dalam
pembelajaran.
Kartini (2007) menyatakan bahwa
metode bermain peran merupakan suatu cara yang digunakan untuk meniru cara
bertingkah laku seseorang dalam sebuah drama. Tingkah laku yang ditekankan
dalam metode bermain peran, kaitannya dengan hubungan sosial. Santoso (2010)
menyatakan bahwa metode bermain peran mendayagunakan pengaruh kinestetik atau
gerakan, sebab subjek diminta untuk melakukan suatu peranan tertentu. Metode
ini digunakan untuk mengembangkan kemampuan interpersonal atau kemampuan
individu untuk melakukan interaksi dengan orang lain.
Selanjutnya, pendapat lain
Wicaksono (2016) menyatakan bahwa metode role playing memiliki dua macam
pengertian. Pertama, bermain peran merupakan kegiatan yang bersifat sandiwara.
Artinya terdapat permain – pemain maupun tokoh – tokoh yang memainkan suatu
peran tertentu, peran tersebut sesuai dengan tokoh yang telah ditulis dalam
skenario, dan tujuan dari bermain peran ini adalah untuk memberikan hiburan
pada orang lain. Kedua, metode bermain peran merupakan suatu kegiatan yang
bersifat sosiologis, di mana pola – pola dalam berperilaku yang ditunjukkan
oleh seseorang, ditentukan oleh norma – norma sosial yang hidup di masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas
dapat diketahui bahwa metode bermain peran, meminta subjek untuk memainkan
peran tertentu, melalui suatu interaksi dengan lingkungan sosialnya. Metode
pembelajaran dengan teknik ini dapat
dipilih guru untuk diterapkan pada siswa, sebab memiliki kelebihan tertentu.
Apa saja kelebihannya? Akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.