Berita Pendidikan Nusantara – Teamairtech

teamairtech.com Situs  Kumpulan Berita Pendidikan Nusantara Saat Ini

Kisah Guru Pedalaman Papua Yang Berkeinginan Membangun Sekolah – Pemuda dari daerah pedalaman Yahukimo, Papua bernama Onesimus Aluwa menceritakan keinginannya untuk membangunkan sekolah di Papua didesa tempat ia dilahirkan setelah ia selesai menempuh studi magisternya melalui beasiswa di Rusia.
Pria yang akrab dipanggil dengan nama Ones, pada tahun Desember lalu telah tiba di kota Moskow. Saat sedang di wawancara pada salah satu perusahaan berita Indonesia yang berada di Moskow, ia menceritakan bagaimana pengalamannya saat babaru ini menjalani hidup di Rusia.
Ones menempuh perjalanan mencapai 11.000 kilometer, jika diukur dari daerah pedalaman tempat ia tinggal, Yahukimo untuk mencapai ke Moskow.
Pemuda yang memiliki usia 25 tahun ini berasal dari desa Yalmabi, dimana desa tersebut merupakan daerah pelosok di Kabupaten Yahukimo yang harus ditempug dengan berjalan kaki mencapai waktu satu hari.
Ones mengatakan bahwa belum ditemukan jalan lain untuk menuju ke Yalmabi, berarti apabila ia keluar kampung tersebut di jam 06.00 pagi, ia akan tiba di Yahukimo diantara 06.00 atau 07.00 sore.
Para masyarakat Papua masih menggunakan jalur yang biasa dilewati oleh orang tua yaitu hutan. Terdapat dua bukit yang berukuran besar, dan setelah itu berjalan lurus mengikuti alur untuk sampai di tempat tujuan.
Hanya berbekal pada beasiswa yang ia peroleh, Ones melanjutkan pendidikan magisternya pada bidang pedagogi di kampus yang terkenal akan pencetak guru tervesar di Rusia,  Moscow State Pedagogical University.
Ones mengatakan bahwa sistem pengajaran disana sangat berbeda dengan Indonesia, karena disana lebih santai dan tidak terlalu ditekan. Para guru disana mengajarkan segala pelajarannya dengan bahasa Rusia, hal ini membuat Ones belum begitu paham apa yang mereka katakan.
Sekolah disana tidak memiliki perpustakaan, di sekolah seperti pada umumnya guru mengajar, dan anak-anak belajar melalui buku catatan. Di Moskow, ia mengungkapkan terdapat lebih dari 400 perpustakaan.
Internet dan Wifi disana juga gratis dan sangat lancar, tidak seperti di Indonesia. Ones yang telah lulus dari Tamatan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kristen, Wamena ini diperbantukan untuk megisi kekosongan guru di sekolah  yayasan di Kabupaten Yahukimo setelah lulus sebagai sarjana.
Siswa yang berada di universitas Moskow tersebut kebanyakan berasal dari kampung, karena saat di kampung tidak memiliki guru. Perkembangan anak-anak di sana juga sangat rendah sekali tidak terlalu seperti di kota besar termasuk Wamena. Wamena memang dapat dikatakan sebagai kota besar, namun kota terbesar yang keberadaannya tetap berada di pegunungan tengah, Papua. Bagi Ones, Wamena memiliki titik terjauh dari daerahnya.
Di Moskow semua bangunannya berbeda dari yang biasa ia jumpai. Jalanan disana juga terlalu menarik.  Ones berpikir bahwa saat ia sampai di Rusia nanti akan menaiki mobil yang antar-antar saja, ternyata terdapat bus dan kaget-kaget sudah di bawah dan juga terdapat layanan kereta api bawah tanah.
Sebelum adanya seleksi beasiswa ke Rusia, Ones bahkan belum pernah melihat lagi secara langsung ibu kota provinsinya, Jayapura. Ones merupakan seseorang yang berada pada urutan kedua karena telah meraih kesempatannya untuk melanjutkan pendidikan hingga magister. 
Di bulan Sepetember tahun 2019 lalu, Ones telah dinyatakan lulus dalam penyeleksian beasiswa ke Rusia sesudah melalui proses seleksi sejak tahun 2018. Masyarakat di kampung Ones tinggal juga mengungkapkan akan kebanggannya pada Ones. Ones memiliki tujuh bersaudara namun kelima kakaknya sudah meninggal, dan ibunya juga telah meninggalkan dirinya di bulan September tersebut.
Atas desakan kakak-kakaknya, selepas SD Ones bertolak dari kampung melanjutkan pendidikan sampai sarjana di Wamena.
“Kakak pengaruhi orang tua untuk harus kirim saya ke sekolah. Orang tua terima dan kasih masuk saya di sekolah,” kata dia.
Tapi, lanjut Ones, kakak yang membiayainya dari SMP sampai kuliah semester tiga sudah meninggal.
“Kami ada tujuh bersaudara, tapi yang masih ada tiga. Dua kakak perempuan dan dua kakak laki-laki sudah meninggal. Kalau Mama
tanggal dua September tahun ini,” kabar yang dia dengar saat ke Jayapura mengurus keberangkatan ke Rusia.
Salah satu dari 10 kabupaten dengan Indeks Pembangunan Manusia terendah di Indonesia, Kabupaten Yahukimo serta Desa Yalmabi secara khusus tidak hanya mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan. Fasilitas kesehatan yang berada di kampungnya juga tidak ada.
Ones mengingatkan kepada Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan yang baru untuk dapat menyesuaikan buku-buku yang akan diadakan pada buku-buku pendidikan di Indonesia.
Ia mencontohkan moda transportasi di pegunungan Papua yang masih terbatas.
“Macam contohnya begini, ada kalimat ibu pergi naik kereta. Di Papua tidak ada kereta, anak-anak bingung dan guru tidak mengerti juga. Kalau bisa, saya tidak tahu apa ada rencana bikin kurikulum baru, sesuaikan dengan konteks yang ada di daerah masing-masing.”
“Yang selalu ingatkan saya untuk tidak menyerah dan maju terus itu pikiran tadi, setelah saya selesai saya ingin menyerap metode-metode mengajar dari sini setelah itu pulang ke sana bangun sekolah. Kalau saya tidak selesai, itu tidak akan ada. Jadi itu yang tantang saya terus,” katanya.
“Saya cuma ingin bertahan, dari pikiran itu saya jadi terpacu belajar banyak.”
Berhubungan dengan pulangnya mahasiswa Papuua yang berjumlah sekitar 2000 jiwa terkait kasus rasis yang terjadi di Surabaya pada Agustus 2019, Ones mengatakan hal tersebut bukanlah suatu hal yang tepat.
Ones mengungkapkan bahwa ia juga merasa sebagai orang Papua juga ia akan berpikir ke arah situ namun secara pribadi, untuk  ia putus sekolah dan pulang merupakan hal yang tidak bagus. Karena belum saatnya, disaat ia masih belum siap dan diharuskan masih banyak yang perlu dibangun.
Diharuskan belajar banyak dulu lalu setelah itu baru bisa. Berjumlah sekitar 25 pelajar asal Papua yang telah dinyatakan lolos dalam seleksi beasiswa ke Rusia pada September lalu.
Untuk pendanaannya sendiri bersumber dari beasiswa penuh dari pemerintah Papua, dan terdapat juga beasiswa bersama antara pemerintah Rusia dan Papua.   Para mahasiswa tersebut juga datang secara bertahap ke Rusia, lalu disebar ke berbagai kota yang terentang di antara Kaliningrad dan Siberia.
Oneslah yang menjadi salah satu orang yang tiba pertama kali. Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Rusia, merangkap Belarus, Azis Nurwahyudi, menilai  bahwa kedatangannya para pelajar asal Papua adalah hal yang positif, dimana pada khususnya akan memperkenalkan Indonesia secara utuh.
Negara Rusia sangatlah potensial termasuk juga dalam mutu pendidikannya. Dengan kehadiran anak-anak Papua yang semakin memperlihatkan betapa beragamnya Indonesia. Di tahun ini, jumlah penerima beasiswa yang berasal dari Papua meningkat sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun yang sebelumnya hanya terdapat satu atau dua orang saja.
Pelajar asal Papua yang tiba pertama kali di Rusia pada tahun 2014 adalah Ebius Kogoya yang menuntaskan magisternya di Cherepovets State University dan John Gobai yang juga telah menamatkan studinya pada magister di bidang Fisika di Peter The Great St Petersburg Polytechnic University.
Dan satu lagi yang lulus di tahun ini adalah Agustinus Yahya Tenouye, dari studi magister bidang Kebijakan Publik di National Research University, Higher School of Economics.

Postingan populer dari blog ini

Berita Belanja di Eropa Saat Ini - Top100ireland

Berita Sosial di Irak – Krgelectric